Air menggericik di
luar rumah
Mengusik rindu yang
belum tuntas
Dingin tak menyapa,
hanya gertakan
Pilu di ujung luka
Nostalgia saat SMA. Saat
istirahat, atau jam pelajaran kosong, ketika yang lain kumpul di kantin, saya
asyik nongkrong di perpus yang kebetulan ruangannya berbagi dengan kopsis. What
did I read??
Bermula ketika saya menemukan buku roman yang berjudul
“Atheis” karya Achdiat Karta Mihardja. (sebenarnya saya lupa nama pengarangnya,
itu dadakan cari di Google, hehe).
Setelah asyik menghabiskan membaca buku itu.
Saya jadi ‘ketagihan’ mengobok-obok perpus mencari buku-buku prosa. Setelah
buku Atheis, saya melahap banyak buku cerpen dan roman zaman doeloe..
Baru beberapa bulan, hampir semua buku-buku
tersebut sudah habis saya baca. Lalu saya pun beralih ke buku puisi. Kebetulan saat
itu kelas 3. Saya sedang suka sama seorang teman wanita sekelas.
Saya merasa saat kelas 3 adalah saat yang
paling bahagia di SMA. Karena kelas 3 ada pelajaran tambahan, jadi saya bisa
lebih sering melihatnya. Setiap sedang membahas soal-soal tahun-tahun yang lalu
secara bergantian, saya selalu mencuri memandangnya. Hampir setiap saat sedang
belajar di kelas, saya selalu tak ingin melewatkan kesempatan untuk menatap
pesonanya.
Eehhh jadi curhat, lanjut deh ke cerita..
Karena sedang jatuh cinta, saya jadi suka
buku-buku puisi yang ada di perpus. Dan buku puisi yang paling saya suka adalah
karya Moh Wan Anwar. Puisi-puisi yang ‘ngena’ di hati saya, saya tulis di buku
coretan saya yang sampai saat ini masih saya simpan dan (sedikit) terawat.
Rasa kasmaran yang sedang mengguncah pun
mendorong saya untuk membuat puisi sendiri. Puisi-puisi tersebut masih tersirat
di buku coretan yang sama. Bahkan sampai saat saya merasa sudah tak memiliki
harapan untuk bersamanya, saya bisa membuat puisi.
Setelah saya lulus SMA, saya berhenti membuat
puisi. Terhitung baru 3 puisi saya buat karena pernah dekat dengan 3 wanita
tersebut. Tapi sekarang, sejak masih bersama sampai berakhir hubungan saya
dengan wanita baru yang pernah memberi harapan dan kebahagiaan yang tak pernah
saya rasakan sebelumnya (haduuh panjang banget ya kalimatnya, nyambung gak ya),
saya belum pernah membuat puisi lagi. Mungkin karena sudah lama tak membaca
buku puisi dan tak berkunjung ke perpus, jadi tak pernah dapat inspirasi lagi. Atau
mungkin karena terlalu sibuk dengan kebahagiaan dan keperihan yang dia berikan.
Entahlah..
Sekarang, bukan hanya puisi, saya juga sedang
ingin membuat tulisan, tulisan apapun. Cerpen mungkin. Tapi belum ada semangat
yang sungguh-sungguh. Jadi saya awali dengan menulis apa yang saya rasakan
saja, alias curhat. ^_^
Nostalgia bersama Moh Wan Anwar
Reviewed by Muhammad Najmuddin
on
May 30, 2013
Rating:
No comments: