Surat untuk Putri Silampari


3 hari sudah aku meninggalkan kota yang penuh kenangan, Lubuklinggau. Tapi hati ini masih terpaut pada seseorang disana. Yang selalu membuatku merasa hebat, spesial, dan berharga.
Aku tak bisa terus begini. Aku harus melupakannya setelah dia memilih orang yang jauh lebih baik daripada aku. Tapi sulit rasanya..

Dengan modal setumpuk kenangan manis dan seonggok kekecewaan, untuk meringankan beban yang berat ini, aku mencoba untuk menulis surat untuknya. Dengan sisa kekuatan pikiran yang sudah lelah memikirkannya, aku pun mulai menulis…..

±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±±

Dear..

Saya selalu berharap kau selalu dalam keadaan sehat dan ceria.

Saya masih sangat ingat, pertama kali kita bertemu, 4 November 2012. Sebelum bertemu, saya kira kau seorang gadis 23 tahun yang gemuk dan jutek dan tak pandai bergaul. Pas sampai di Bengkulu pun saya masih berpikir seperti itu.

Sebenarnya saya tak terlalu memikirkan akan seperti apa dirimu yang sebenarnya, karena saya sudah dibuat pusing dengan ketinggalan pesawat sehingga rugi ratusan ribu. Saya tak enak sama atasan dan rekan yang sudah membantu saya saat itu. Jadi tak terlalu memikirkan seperti apa dirimu. Apalagi travel Bengkulu Lubuklinggau mobilnya ga enak banget, bau rokok. Jadi bikin mual sepanjang jalan, padahal cuma 4 jam. Ditambah perjanjiannya 70ribu ongkosnya malah jadinya 80ribu.

Tapi semua kecemasan dan kekesalan itu hilang pas dapat sambutan sangat special darimu. Hal yang tak pernah saya dapatkan dimanapun seumur hidup saya. Saya merasa sangat spesial dan saya merasa sangat senang.

Sebenarnya, perlakuan kau ke saya yang sangat sangat spesial sudah membuat saya jadi suka sama kamu. Jalan bareng, makan bareng, apalagi pas kau mengajakku jalan-jalan ke Watervang berdua. Malamnya saya merenung, kok saya jadi pengen sama kamu terus, dari pagi sampai malem. Makanya saya selalu ngajak berangkat pagi2 dan jalan berdua. karena tiap pagi saya tak sabar ingin ketemu kamu. Ingin selalu bersamamu.

Tapi saya tak berani mengatakannya. Saya sadar, saya tak pantas untuk kamu. Kau 7 tahun lebih tua, sarjana, punya banyak relasi, mudah bergaul, terkenal, dan terbilang berkecukupan saat itu. Saya sangat sangat minder. Jadi saya hanya memendamnya.

Pas acara TOEFL, saya tak kuasa melihat dirimu menangis, tapi saya juga tak bisa berbuat apa2 supaya kau berhenti menangis. Jadi saya hanya diam. Rasanya air mata saya juga ingin ikut keluar, tapi saya tak mungkin menangis di saat seperti itu. Saya hanya bisa menangis saat saya sudah ada di kost malam hari. Menangis mencoba menahan rasa sayang yang semakin bertambah. Tiap hari melihat senyummu rasanya berasa di surga.

Saya sudah berpikir Lubuklinggau adalah surga yang selama ini saya cari. Disitu saya sungguh spesial, ada bidadari yang slalu membuat saya ceria, slalu membuat saya spesial.

Rasanya berat banget ketika atasan nyuruh saya berangkat ke Pekanbaru. Pengennya ga mau pergi, pengen di Linggau terus sama kamu. Tapi saya harus nurut.

Pas tau saya mau pergi, kau ngajak saya jalan2. Jalan2 ke Temam adalah saat2 saya semakin berpikir bahwa kau juga suka sama saya. Saya ada niatan untuk nyatain perasaan saya ke kamu saat di Temam. Tapi tak saya lakukan. Saya habis meninggalkan seseorang di Cirebon. Saya tak mau gagal lagi. Saya tak mau kau jadi korban saya lagi. Maka saya pendam saja.

Tau nggak.. saya nangis pas bis yang saya naiki berangkat. Rasanya tak mau pergi, tak mau pisah sama kamu.

Di Pekanbaru, kau tiap hari bahkan hampir tiap saat nelpon saya. Sampai kau benar2 menyatakan perasaanmu ke saya. Tapi saya berusaha menolak secara halus, karena saya minder dan takut menyakiti kamu seperti saya menyakiti mantan saya yang di Cirebon. Tapi kau tetap maksa, dan akhirnya saya pun luluh. Padahal saat itu saya sedang dekat dengan seseorang. Makanya saya jujur apa adanya pada kalian, saya bilang saya playboy. Tapi kau tak peduli.

Saat di Padang pun demikian, tapi frekuensi menelpon sudah mulai berkurang. Mungkin karena kesibukanmu menjalankan kelas 6MB. Saat itulah, saya mulai merasa kehilanganmu.

Sampai tiba saat kesempatan kau mengunjungi saya di Padang. Saya semakin sayang kamu. Saya sudah yakin, kau lah calon istri saya.

Saat jalan2 malam tahun baru, ingin rasanya sampai pagi hanya berdua bersamamu. Tapi sayangnya temanmu udah nunggu. Saya benar2 ingin selalu bersamamu.

Tau ga.. pas di mobil menuju Bukittinggi, saya menangis lagi. Entah kenapa. Mungkin karena saya takut menyakitimu.

Saya sangat yakin dan bahkan entah kenapa saya takut klo kamu tak akan ninggalin saya. Kamu akan jadi istri saya. Hal itu semakin diperkuat dengan proposal hidup yang kau buat.

Banyak sekali, bahkan terlalu banyak, kenangan yang kita buat di Padang. Jalan bareng, makan bareng, ke pantai bareng, tidur di halte.  Tapi setelah kepulanganmu dari padang, walaupun kita masih sering telponan, hubungan kita mulai agak meregang. Kau semakin jarang menghubungi saya. Dan sering smsn sama dia. Saya tau sejak awal dia suka sama kamu, makanya saya larang kamu, tapi kau terlalu baik untuk menolak. Mulailah retak hati saya.

Andai saya tau sejak awal, bahwa atasan menjodohkanmu dengannya, saya tak akan mau pergi ke Bukittinggi.

Tapi saya mulai kembali sadar. Saya jauh tak lebih baik dari dia. Maka saya pun berdoa, jika memang kau jodoh saya, saya ingin segera dipersatukan dengan pernikahan. Namun jika memang kau bukan jodoh saya, saya minta kau segera meninggalkan saya dan segera menikah dengan jodohmu.

Tapi kau malah tetap bertahan dengan saya, dan juga tetap berhubungan dengan dia. Sampai kau mengajak saya kembali ke Linggau. Dan saat itu saya pun sudah tak kerasan di Padang tapi tak dipindahkan juga. Akhirnya saya kembali juga ke Linggau, dengan tujuan membangun bimbel, kuliah, dan menikah denganmu.
Kita pun berjuang, bersama adik tingkatmu, membangun bimbel. Salah satu cita2mu. Saya tak bisa banyak bantu. Saya hanya bisa melakukan apa yang saya bisa. Tak bisa membantu semua persoalan yang ada yang membuatmu pusing tujuh keliling. Hal inilah yang membuat saya semakin minder.

Maka saat kau bilang dia akan ke linggau, sebenarnya dengan berat hati, tapi saya mengatakan dengan semangat untuk menutupi luka saya, “nah iya suruh datang saja, bantu disini”.

(baru sampai sini saja saya udah ga kuat untuk nulis tapi saya harus menyelesaikannya)

Akhirnya dia pun datang. Dan konflik pun mulai terjadi. Saya bersikap (menurut kau dan dia) kekanak-kanakan. Itu semua karena saya takut kehilanganmu. Saya tak bisa bayangkan bagaimana hidup saya klo tanpa dirimu. Saya akhirnya minta mundur saja tapi kau tak mau. Tapi kau juga tetap dan semakin lebih dekat dengan dia. Sakiiiiiiiiittttt rasanya.

(sudahlah selanjutnya tak bisa saya tuliskan, terlalu sakit untuk bisa dituliskan)

Intinya kau sudah pilih dia. Tapi kau masih saja memberi saya harapan. Harapan kosong.
Saya masih belum percaya, begitu mudahnya kau berpaling, begitu mudahnya kau pindah ke lain hati. Mungkin karena memang dia jauh lebih baik daripada saya.
Saya ingin merelakan, ingin mengikhlaskan, tapi rasanya sulit banget untuk melupakan semuanya.

Semua yang saya lihat, saya dengar, saya pakai, saya rasakan, semuanya masih mengingatkan saya denganmu dan semua kenangan bersamamu. Pengennya nangis terus, tapi mungkin air mata ini telah kering, jadi hanya sesak di dada yang terasa.



Cirebon, 21 April 2013
Tukang Kebun SD Patah Hati


mr

Surat untuk Putri Silampari Surat untuk Putri Silampari Reviewed by Muhammad Najmuddin on July 16, 2013 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.