Allahu Akbar Allahu Akbar….
Doakan ya semoga aku bisa menjalani ini, dan
ingatkan aku agar aku tak lupa minum obat. ;-) (nyarios ka saha ieu teh…) :-/
Adzan Shubuh berkumandang memanggilku yang masih setengah
mengantuk untuk segera bangkit menuju masjid menunaikan kewajiban seorang
muslim, Sholat Subuh 2 rokaat. Bergegas aku segera menuju masjid pesantren
tempatku bekerja tanpa kembali mengambil air wudhu yang sudah kulakukan saat
bangun tidur dini hari tadi. Tak lupa kupakai masker pemberian ibu sebelum ku
berangkat mengais rejeki dan ilmu di pesantren besar yang terletak di daerah
terpencil ini. Ku kencangkan resleting pada 2 jaket yang kukenakan.
Merapel wudhu, memakai masker, mengenakan 2 jaket, ditambah
memakai kaos kaki disaat aktivitas selain sholat dan ke kamar mandi kini telah
menjadi kebiasaanku sehari-hari. Oya, tak lupa meminum 2 kaplet besar berwarna
merah tiap pagi kini menjadi sebuah keharusan yang tak boleh ditinggalkan.
Awalnya, kebiasaan-kebiasaan baru ini tak terlalu
mengganggu, biasa saja, dibiarkan mengalir apa adanya. Tapi, setelah beberapa
hari dijalankan sambil bekerja, keharusan-keharusan ini mulai membuatku merasa
tak nyaman. Memakai masker sering membuatku tak nyaman dan sulit bernapas,
kadang juga membuatku sedikit pusing yang mungkin efek dari obat juga. Selain
membuat pusing, efek minum 2 kaplet jumbo itu membuatku kadang merasa mual,
telat BAB, perasaan tak karuan, dll. Mengenakan baju doble ditambah 2 jaket
juga kadang membuatku menjadi gerah dan merasa tak nyaman. Tapi jika kubuka
jaketnya, dingin menusuk benar-benar menusuk, jadi serba salah. Kalau aku tak
memakai kaos kaki, dingin juga menusuk dari telapak kaki. Jadi repot jika harus
lepas pakai untuk ke kamar mandi. Jadi tak kuat berlama-lama di masjid karena
tak mungkin memakai kaos kaki yang pasti kotor dipakai dimanapun.
Begitulah semua keluhanku atas apa yang kualami sekarang.
Harus melakukan hal-hal yang membuatku tak nyaman bekerja dan melakukan
aktivitas sehari-hari. Itu semua bermula dari kesalahan dan dosa yang kubuat
saat berkelana di Negeri Andalas dan Silampari. Mungkin Tuhan berkehendak
mengadzabku dengan memberiku penyakit di sepasang kantung napasku. Awalnya tak
terlalu berasa, tapi setelah 2 tahun ditambah mengulang dosa di Kota Udang,
penyakit ini semakin berkembang dan lebih berpengaruh pada keseharian. Penyakit
ini mengharuskanku, mau tak mau, melakukan hal yang membuatku tak nyaman dan
bisa dibilang kurang normal.
Di hasil rontgen pertama 2 tahun yang lalu, aku dinyatakan
mengidap Pneumonic Infiltrat dextra
karena ada bintik putih di bagian atas paru kanan. Namun hasil tes sputum
berkata lain, tes dahak yang harus dikeluarkan pagi hari bangun tidur itu
dinyatakan negatif.
Hasil rontgen 2 tahun kemudian, yaitu 2 minggu yang lalu
sungguh menakjubkan. Bintik-bintik putih tanda penyakit itu sudah tersebar
banyak di hampir seluruh paru kanan dan bagian atas paru kiri. Dokter menyatakan
itu menandakan aku mengidap tuberculosis
atau biasa disebut TB. Entah Pneumonia dan TB adalah hal yang sama atau bukan,
yang pasti paru-paruku sudah sangat bermasalah. Namun lagi-lagi tes dahak untuk
mendeteksi bakteri yang menyebabkan TB itu menyatakan negatif. Kata dokter, ini
kasus yang langka, rontgen nya positif, namun sputum/dahaknya negatif.
Walhasil karena mendengar keluhanku yang sering merasakan
sakit di dada, saat menguap, tarik napas panjang, bahkan sendawa terasa sakit,
tak bisa tengkurap dan tidur miring ke kiri, selalu merasa kedinginan bahkan
disaat cuaca panas, dokter menyarankanku untuk melakukan pengobatan TB.
Pengobatan yang harus dijalani selama 6 bulan tanpa putus sehari pun. Jika
putus sehari saja, maka pengobatan harus dimulai dari awal.
Dokter memberiku pilihan, berobat di Balai Kesehatan Paru
Masyarakat (BKPM) atau di puskesmas terdekat. Karena berobatnya harus di 1
tempat dari awal sampai akhir untuk kepentingan laporan ke BKPM pusat.
Menimbang jarak dan ongkos yang harus ditempuh, aku memilih berobat di
puskesmas terdekat.
Obat yang harus diminum sungguh luar biasa. Berupa kaplet
besar berwarna merah yang komposisinya berasal dari 4 obat yang tergolong
keras. Disebut obat keras karena memiliki efek samping yang berat dan banyak
tergantung daya tahan tubuh orang yang meminumnya. Untungnya sampai sekarang
efek yang paling luar biasa belum aku rasakan. Obat yang istimewa itu harus
kuminum sekaligus 2 tiap harinya di pagi hari.
Mungkin pengobatan ini seharusnya dilakukan sejak 2 tahun
yang lalu, sejak pertama kali merasakan ketidakberesan dalam tubuhku. Namun
karena 2 tahun yang lalu puskesmas ternilai kurang follow up menyarankan
pengobatan (entah kenapa, sekarang pun aku masihi tak pernah puas terhadap
pelayanan di puskesmas) dan aku pun belum merasakan kesakitan dan
ketidakberesan yang baru kurasakan 2 bulanan ini, jadi pengobatan baru
terlaksana sekarang, hampir berbarengan dengan 6 bulan percobaan kerjaku di tempat
yang ku idamkan selama ini.
Sekarang tak ada yang bisa kulakukan selain bersabar dan
tetap merapel wudhu, memakai masker, kaos kaki, dobel baju dan jaket selama 6
bulan di 6 bulan percobaan kerjaku ini.
6 Months of Trial and Curing
Reviewed by Muhammad Najmuddin
on
August 15, 2015
Rating:
No comments: