6 Months of Trial and Curing

Allahu Akbar Allahu Akbar….

Adzan Shubuh berkumandang memanggilku yang masih setengah mengantuk untuk segera bangkit menuju masjid menunaikan kewajiban seorang muslim, Sholat Subuh 2 rokaat. Bergegas aku segera menuju masjid pesantren tempatku bekerja tanpa kembali mengambil air wudhu yang sudah kulakukan saat bangun tidur dini hari tadi. Tak lupa kupakai masker pemberian ibu sebelum ku berangkat mengais rejeki dan ilmu di pesantren besar yang terletak di daerah terpencil ini. Ku kencangkan resleting pada 2 jaket yang kukenakan.

Merapel wudhu, memakai masker, mengenakan 2 jaket, ditambah memakai kaos kaki disaat aktivitas selain sholat dan ke kamar mandi kini telah menjadi kebiasaanku sehari-hari. Oya, tak lupa meminum 2 kaplet besar berwarna merah tiap pagi kini menjadi sebuah keharusan yang tak boleh ditinggalkan.

Awalnya, kebiasaan-kebiasaan baru ini tak terlalu mengganggu, biasa saja, dibiarkan mengalir apa adanya. Tapi, setelah beberapa hari dijalankan sambil bekerja, keharusan-keharusan ini mulai membuatku merasa tak nyaman. Memakai masker sering membuatku tak nyaman dan sulit bernapas, kadang juga membuatku sedikit pusing yang mungkin efek dari obat juga. Selain membuat pusing, efek minum 2 kaplet jumbo itu membuatku kadang merasa mual, telat BAB, perasaan tak karuan, dll. Mengenakan baju doble ditambah 2 jaket juga kadang membuatku menjadi gerah dan merasa tak nyaman. Tapi jika kubuka jaketnya, dingin menusuk benar-benar menusuk, jadi serba salah. Kalau aku tak memakai kaos kaki, dingin juga menusuk dari telapak kaki. Jadi repot jika harus lepas pakai untuk ke kamar mandi. Jadi tak kuat berlama-lama di masjid karena tak mungkin memakai kaos kaki yang pasti kotor dipakai dimanapun.

Begitulah semua keluhanku atas apa yang kualami sekarang. Harus melakukan hal-hal yang membuatku tak nyaman bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari. Itu semua bermula dari kesalahan dan dosa yang kubuat saat berkelana di Negeri Andalas dan Silampari. Mungkin Tuhan berkehendak mengadzabku dengan memberiku penyakit di sepasang kantung napasku. Awalnya tak terlalu berasa, tapi setelah 2 tahun ditambah mengulang dosa di Kota Udang, penyakit ini semakin berkembang dan lebih berpengaruh pada keseharian. Penyakit ini mengharuskanku, mau tak mau, melakukan hal yang membuatku tak nyaman dan bisa dibilang kurang normal.

Di hasil rontgen pertama 2 tahun yang lalu, aku dinyatakan mengidap Pneumonic Infiltrat dextra karena ada bintik putih di bagian atas paru kanan. Namun hasil tes sputum berkata lain, tes dahak yang harus dikeluarkan pagi hari bangun tidur itu dinyatakan negatif.

Hasil rontgen 2 tahun kemudian, yaitu 2 minggu yang lalu sungguh menakjubkan. Bintik-bintik putih tanda penyakit itu sudah tersebar banyak di hampir seluruh paru kanan dan bagian atas paru kiri. Dokter menyatakan itu menandakan aku mengidap tuberculosis atau biasa disebut TB. Entah Pneumonia dan TB adalah hal yang sama atau bukan, yang pasti paru-paruku sudah sangat bermasalah. Namun lagi-lagi tes dahak untuk mendeteksi bakteri yang menyebabkan TB itu menyatakan negatif. Kata dokter, ini kasus yang langka, rontgen nya positif, namun sputum/dahaknya negatif.

Walhasil karena mendengar keluhanku yang sering merasakan sakit di dada, saat menguap, tarik napas panjang, bahkan sendawa terasa sakit, tak bisa tengkurap dan tidur miring ke kiri, selalu merasa kedinginan bahkan disaat cuaca panas, dokter menyarankanku untuk melakukan pengobatan TB. Pengobatan yang harus dijalani selama 6 bulan tanpa putus sehari pun. Jika putus sehari saja, maka pengobatan harus dimulai dari awal.

Dokter memberiku pilihan, berobat di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) atau di puskesmas terdekat. Karena berobatnya harus di 1 tempat dari awal sampai akhir untuk kepentingan laporan ke BKPM pusat. Menimbang jarak dan ongkos yang harus ditempuh, aku memilih berobat di puskesmas terdekat.

Obat yang harus diminum sungguh luar biasa. Berupa kaplet besar berwarna merah yang komposisinya berasal dari 4 obat yang tergolong keras. Disebut obat keras karena memiliki efek samping yang berat dan banyak tergantung daya tahan tubuh orang yang meminumnya. Untungnya sampai sekarang efek yang paling luar biasa belum aku rasakan. Obat yang istimewa itu harus kuminum sekaligus 2 tiap harinya di pagi hari.

Mungkin pengobatan ini seharusnya dilakukan sejak 2 tahun yang lalu, sejak pertama kali merasakan ketidakberesan dalam tubuhku. Namun karena 2 tahun yang lalu puskesmas ternilai kurang follow up menyarankan pengobatan (entah kenapa, sekarang pun aku masihi tak pernah puas terhadap pelayanan di puskesmas) dan aku pun belum merasakan kesakitan dan ketidakberesan yang baru kurasakan 2 bulanan ini, jadi pengobatan baru terlaksana sekarang, hampir berbarengan dengan 6 bulan percobaan kerjaku di tempat yang ku idamkan selama ini.

Sekarang tak ada yang bisa kulakukan selain bersabar dan tetap merapel wudhu, memakai masker, kaos kaki, dobel baju dan jaket selama 6 bulan di 6 bulan percobaan kerjaku ini.

Doakan ya semoga aku bisa menjalani ini, dan ingatkan aku agar aku tak lupa minum obat. ;-) (nyarios ka saha ieu teh…) :-/
6 Months of Trial and Curing 6 Months of Trial and Curing Reviewed by Muhammad Najmuddin on August 15, 2015 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.