Masa remaja, terutama saat SMP dan SMA, adalah masa-masa peralihan untuk menjadi dewasa. Itu kata orang. Walaupun saya juga orang, tapi sumpah, bukan saya yang bilang.
Pada masa
itu, kebanyakan dari kita mulai menyukai lawan jenis. Saya sebut kebanyakan
dari kita, karena ada juga sedikit yang menyukai sesama jenis mungkin. Atau ada
yang sudah mulai menyukai lawan jenis sejak SD atau usia balita. Itu mungkin
ada. Atau bahkan sekarang di zaman modern,
mungkin anak masih menyusui juga sudah menyukai lawan jenis dan sudah bisa
goyang oplosan. Wah kebanyakan kata ‘mungkin’ nya nih. Maklum lah, opini tak
berdasar, gak ilmiah tapi alamiah.
Kalau saya,
tiap tingkat jenjang pendidikan, ada saja orang yang saya suka. Saya sudah
mulai menyukai lain jenis sejak SD. Walau ada teman kecil yang tinggal di
sebelah kontrakan dan teman di TK yang seingat saya punya cerita spesial, tapi
secara sadar, saya mulai menyukai lain jenis saat SD, tepatnya kelas 5 di SD
yang baru. Awalnya saya bersekolah di Bogor, tapi karena beberapa alasan,
keluarga saya pun pindah ke kampung halaman, Cirebon. Dan saya pun akhirnya
memiliki sekolah baru, teman baru, dan semangat baru.
Di sekolah
baru tersebutlah saya bertemu dengannya. Teman sekelasku yang katanya selalu
juara kelas tapi setelah kedatangan saya, sang murid baru, dia harus puas
menjadi runner up karena posisi
puncaknya direbut oleh saya. Saya kadang berpikir, apakah itu cinta pertama
saya? Entahlah. Saya tak mengerti, tak paham tentang hal seperti itu. Yang saya
tahu, saya tertarik padanya.
Saat di
SMP, terutama kelas 3, lumayan banyak orang yang saya suka, tapi semuanya hanya
sekadar suka menatap dari kejauhan.
Ketika SMA,
ada 1 orang yang saya suka sejak kelas 1 atau kelas 10. Saya dan dia selalu bergantian menjadi juara kelas. Seperti kepada
orang-orang yang saya suka sebelumnya, saya tak pernah menyatakan perasaan
tersebut ke orang yang bersangkutan. Saya hanya memendamnya sendiri, bahkan
teman terdekat pun tak mengetahui. Baru kali ini lah, melalui tulisan ini
semuanya sedikit terungkap.
Perasaan
suka tersebut memuncak saat memasuki kelas 12. Di sela pikiran yang mumet akan
kemana setelah lulus SMA, saya selalu ingin bisa melihatnya. Saat sedang dalam
kelas, saat istirahat. Saya selalu ingin bisa melihatnya datang saat pagi dan
masuk kelas. Terasa berat saat jam sekolah harus berakhir, karena tandanya saya
harus bersabar sampai esok hari untuk bisa melihatnya.
Ada momen
saat kelas 11, ketika pelatihan anggota OSIS baru, semua anggota harus menginap
di sekolah. Disela waktu istirahat, saya dapat kesempatan mengobrol, atau lebih
tepatnya mendengarkan ceritanya, karena saat itu suara saya sedang hilang.
Itulah pertama kalinya dia ‘curhat’ padaku. Momen terindahku bersamanya.
Momen yang
akan selalu saya ingat juga adalah ketika saya dan dia menjadi wakil dari sekolah
kita untuk hadir pada acara buka bersama yang diadakan sebuah lembaga zakat. Sebelum
pergi ke lokasi, kami solat berjamaah di masjid kota (belakangan saya baru tahu
bahwa tempat solat laki-laki dan perempuan itu terpisah). Momen yang tak
terlupakan, sholat berjamaah dengannya.
Seperti
sekolah lainnya pada umumnya, untuk anak kelas 12 ada pelajaran tambahan diluar
jam sekolah. Saya tak pernah fokus pada pelajaran tambahan tersebut. Disamping
karena hanya mengulang pelajaran yang sudah-sudah dan membahas soal, saya
terlalu sibuk mencuri pandang padanya.
Sampai
sekarang saya masih tak mengerti, apakah ini cinta atau apalah namanya. Karena
saya tak pernah merindukannya dan tak pernah mengharapkan lebih darinya. Tapi
inilah cerita saya. Cerita masa remaja saya yang jauh dari kata pacaran namun
banyak memendam rasa yang belum bisa dikatakan cinta.
Saya
tergolong siswa kuper. Saat teman-teman asyik jajan di kantin, di jam
istirahat, saya lebih suka tinggal di kelas mengerjakan apapun yang bisa
dikerjakan, atau bertapa di perpus, membaca bebarapa buku roman dan puisi.
Tentang ini sudah saya ceritakan di cerita sebelumnya.
Sedang
menyukai seseorang dan rajin baca buku puisi. Dua hal ini lah yang
mengantarkanku untuk berpikir membuat puisi. Pengalaman membuat puisi dengan
mengurai nama diri saat SMP menjadi modal lebihku untuk merangkai kata beberapa
bait. Beberapa puisi disini adalah hasilnya.
Bahkan beberapa diantaranya sudah saya buat menjadi sebuah lagu.
Rasa suka
pada lawan jenis itu lumrah. Sampai bisa membuat puisi juga lumrah untuk
mengekspresikan perasaan yang terpendam. Tapi semua itu belum bisa dikatakan
cinta jika tanpa pengorbanan.
Jadi,
sebenarnya apa yang ingin saya sampaikan dari cerita yang begitu rumit dan
sulit dimengerti ini? Entahlah. Itulah curahan otak saya. Terima kasih sudah
meluangkan waktu untuk membacanya. Semoga bermanfaat walau tak ada manfaatnya.
Dan semoga menginspirasi Anda walau tak ada yang bisa dijadikan sebuah
inspirasi. J
&&&
My Teenager Age ( Masa 'Remaja'ku)
Reviewed by Muhammad Najmuddin
on
March 04, 2014
Rating:
No comments: