Kisahku dengan Sang Dewi Padi (Part III: The Last Stand)


Tuuuuuuttt...... tuuuuuutttttt... tuuuuuttttttttt...... Aku mencoba menghubunginya, mencoba menghubungi Sang Dewi Padi yang kini telah disiangi oleh petani lain. Mencoba untuk memastikan kembali apakah sudah tak ada tempat lagi di hatinya untukku. Namun tak ada jawaban.

Bulan puasa datang lagi. Penyakit paru ku sepertinya datang kembali. Selalu merasa menggigil dan saat awal puasa dahak merah keluar lagi. Namun bulan puasa kali ini, dia tidak bersamaku lagi. Tahun lalu aku sering membangunkannya sahur karena dia sering telat bangun, kali ini tidak lagi. Sekali aku mencoba menghubunginya untuk membangunkannya sahur, telepon dia sibuk. Kini dia sudah memiliki seseorang yang lebih baik dariku. Aku hanya bisa pasrah.

Mengingat ulang tahunnya tinggal beberapa minggu lagi, aku berniat untuk memberikannya kado terakhir. Bicara masalah ulang tahun, walau dia sudah melupakanku dan memilih yang lain, aku masih tak bisa move on darinya. Aku sering menggunakan tanggal lahirnya, seperti untuk password email dan password akun akun lainnya, display name BBM, kursor blogku ini, sampai pin ATM baruku.

Kembali ke masalah kado terakkhir. Sejak awal bulan puasa, bahkan sebelum bulan puasa datang, aku mulai hunting kado untuknya. Aku mencari sesuatu yang dia suka, dan aku tak bisa memikirkan yang lain selain sesuatu yang berhubungan dengan naruto dan inuyasha. Aku browsing dan browsing mencari orang yang menjual online karena di sekitarku tak ada yang menjual sesuatu yang berhubungan dengan naruto dan inuyasha. Akhirnya aku mendapatkannya, dan beruntungnya tokonya masih di kota Cirebon.

Entah puasa yang hari keberapa, setelah pulang kerja jam 9 malam aku pun pergi ke toko tersebut, karena kalau siang aku bekerja. Beruntungnya khusus bulan puasa toko tersebut buka siang dan malam, malam buka jam 9 sampai jam 3 dinihari. Tapi saat aku sampai disana jam 9.30, toko itu tutup. Tapi aku tak mau menyerah demi kado untuk Sang Dewi Padi. Beberapa malam berikutnya aku datang lagi, kali ini jam 2 dinihari. Suasana kota terasa hening walau sudah masuk waktu sahur. Sedangkan suasana hatiku senang tak terkira karena toko itu buka :-D.

Genre, begitulah nama toko itu. menjual bermacam-macam figure dan ganci anime dengan berbagai ukuran dan harga. Yang aku cari yaitu yang berhubungan dengan naruto dan inuyasha/kagome ternyata ada. Berhubung aku hanya karyawan di kampung yang bergaji 600ribuan, terpaksa aku hanya membeli 3 buah figure kecil yang bisa juga dijadikan ganci, Naruto, Sasuke dan Sakura. Aku meminta kepada pemilik toko untuk dijadikan kado, tapi karena pembuat kadonya tak ada jadi tak bisa selesai hari itu juga. Yasudah aku ambil nanti saja pikirku, karena ulangtahunnya masih beberapa minggu lagi.

Tapi karena kesibukanku, aku tak bisa mengambilnya sampai datangnya hari H, 8 Agustus. Aku sudah meminta libur untuk tanggal tersebut jauh-jauh hari. Karena spesial hari ulang tahunnya. Seminggu sebelumnya akhirnya aku bisa menelponnya, aku mencoba mengajaknya bertemu, namun dia berkata tidak. Lagi-lagi aku tak bisa kecewa, hanya bisa pasrah karena dia memang sudah mengeluarkanku dari hatinya.

Karena aku tak bisa merayakan ulang tahunnya dengannya untuk yang terakhir kalinya (lagi2 kebanyakan 'nya'), aku pun mengajak adikku, Ady, untuk merayakan ulang tahunnya.

Acara pertama adalah mengambil kado di toko. Tapi ternyata tokonya tutup! Aku mulai gelisah. Masa kado yang sudah kupersiapkan jauh hari tak bisa terberikan tepat pada waktunya. Aku pun menelpon pemilik toko, sudah tak ada peduli soal beda operator. Beruntung lagi, telponnya diangkat, dan pemilik toko bersedia membukakan pintu untukku. Kado untuk Sang Dewi Padi sudah berada di tanganku.

Acara kedua adalah mengenang masa indah bersamanya. Karena begitu banyak tempat yang tak bisa ku datangi dalam 1 hari, aku pun memilih tempat yang mudah dijangkau. Aku pergi ke Gramedia. Aku membiarkan adikku memilih buku yang dia suka. Sedangkan aku sibuk memanggil memori-memori yang terekam dalam ingatanku. Saat-saat aku bersamanya, saat-saat bersama Sang Dewi Padi.

Acara ketiga adalah mengisi perut sambil menunggu waktu solat Jumat. Lalu setelah itu pergi ke masjid tempat aku dan Sang Dewi Padi biasa bertemu, yaitu masjid belakang Mall. Aku masih ingat, kita sering janjian di masjid itu, membuat lamaran pekerjaan dan istirahat disitu, bahkan ijazah SMK nya pun pernah tertinggal di tempat fotocopy dekat masjid itu.

Setelah selesai solat Jumat, acara berikutnya, yaitu acara inti, pemberian kado. Aku tak bisa memberikannya langsung padanya, aku tak sanggup. Aku berencana untuk menyuruh adikku untuk memberikannya. Tapi di perjalanan menuju tempat kerjanya aku berpikir lagi. Rasanya terlalu riskan kalau aku menyuruh adikku yang baru berumur 6 tahun. Aku turun dari angkot di Jagasatru, tidak di dekat tempat kerjanya, di Drajat, aku tak berani karena takut dia menyadari keberadaanku duluan sebelum aku memberikan kado. Dari situ aku aku jalan kaki sambil memikirkan cara lain untuk memberikan kado ini. Di tengah kesibukan berpikir, aku melewati JNE, tak ada salahnya aku mencoba. Setelah aku bertanya, ternyata mengirim lewat JNE sampainya besok. Walaupun jaraknya hanya sekitar 50 meter dari kantor JNE tersebut. Tak ada jalan lain, aku pun berpikir untuk minta bantuan tukang becak. Aku mendadak membeli pulpen di tempat fotocopy yang kulewati. Aku menghampiri bapak tukang becak yang sedang menunggu penumpang. Aku mengiminginya uang 10ribu agar bisa menolongku memberikan kado untuk Sang Dewi Padi. Bapak tukang becak itu bersedia, aku memberinya nama penerimanya, dan memberi petunjuk kemana kado itu diberikan. Dan akhirnya berhasil.

Acara penutup sebelum pulang adalah mengenang kembali saat-saat bersamanya. Ada 2 tempat yang aku datangi. Pertama tempat bermain seperti timezone itu apa namanya ya... pokoknya itulah. Yang paling ku ingat adalah saat bermain basket. Masih ingat sekali, saat itu dia baru pulang kerja di Yogya Grand. Dia mengenakan jaket/sweater merah putihnya. Saat itu dia sangat bersemangat memasukkan bola ke keranjang, padahal dia sedang kelelahan sehabis bekerja. Seolah dia sangat menikmatinya, aku jadi ikut senang jika dia bersenang-senang. Tempat kedua adalah Pantai Kejawanan. Sudah sering kita pergi ke Kejawanan bersamanya, berdua, bersama sahabat, dan bersama teman lainnya.

 Sejak awal kita kenal sampai menjadi lebih dekat, kita tak pernah merayakan ulang tahunnya berdua, hal yang sangat aku inginkan namun tak pernah tercapai, selalu saja ada halangan. Hingga kini dan seterusnya, aku sudah tak punya kesempatan. Karena Sang Dewi Padi sudah pergi dari ladang hati ini.

Semoga dia menyukai kado terakhirku.
Kisahku dengan Sang Dewi Padi (Part III: The Last Stand) Kisahku dengan Sang Dewi Padi (Part III: The Last Stand) Reviewed by Muhammad Najmuddin on August 31, 2014 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.